KEBIJAKAN DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA BARAT TENTANG “JABAR MASAGI”

 Program Jabar Masagi  resmi diluncurkan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil (Emil) di Cirebon pada Rabu, 5 Desember 2018. Lahirnya Jabar Masagi dilatarbelakangi akibat terus berkembangnya teknologi, yang berdampak pada derasnya arus informasi yang beredar terutama di media sosial yang dapat berpengaruh pada kondisi psikologis para pelajar. Tiap zaman itu punya tantangan sendiri, zaman milenial ini tantangannya adalah perilaku. Karena informasi baik juga buruk seliweran begitu cepat melalui teknologi, khususnya di smartphone . Kalau mereka salah pergaulan, maka karakter mereka akan rusak, pintar tapi julid, pintar tapi nyinyir, pintar tapi tidak santun, tidak hapal dan paham nilai-nilai Pancasila,  Indonesia Raya.  Jabar Masagi berupaya ”membumikan” pendidikan karakter dalam konteks mulok budaya lokal sebagai akar untuk mengisi ruh pendidikan karakter agar tidak tercerabut dari akarnya. Tujuan utamanya, pendidikan di Jabar bisa memproduksi siswa yang berakhlak dan kompetitif. Sehingga nanti lulusan-lulusan pelajar di Jabar selain cerdas dia punya akhlak dan karakter yang membanggakan serta punya spirit pejuang, spirit kompetitif.

Jawa Barat memiliki tiga irisan budaya, Sunda Priangan, Cirebonan, dan Betawian menjadi dasar grand desain salah satu program kerja 100 hari Gubernur Jawa Barat, yaitu Jabar Masagi. Program ini untuk menguatkan pondasi generasi milenial Jabar melalui nilai pendidikan karakter. Jabar Masagi menjadikan budaya lokal yang beragam menjadi fondasi yang harus diletakan di awal karena menyangkut identitas dan warisan sejarah yang melekat pada kearifan lokal di masing masing wilayah. Pendidikan karakter tersebut bisa diwujudkan dengan cara mengembalikan pendidikan budi pekerti yang bisa berdampak pada akhlak sosial yang mengandung keluhuran nilai-nilai kearifan lokal tiga budaya yang ada di Jawa Barat.

Program pendidikan karakter ini  bertujuan untuk membentengi siswa-siswa di Jawa Barat dengan nilai-nilai baik yang selaras dengan cita-cita Jabar Juara Lahir Batin. Manusia unggul Jawa Barat harus mempunyai empat nilai, yaitu secara fisik badannya harus sehat, cerdas, berakhlak, dan religius. Untuk mewujudkan empat nilai tersebut,  dilakukan melalui strategi yang disebut Jabar Masagi.

Masagi adalah filosofi Sunda yang singkat-padat. Tapi memiliki makna yang mendalam. ”Jelema Masagi” artinya sempurna.  Filosofi ”Masagi” yaitu bagaimana berproses menjadi manusia yang memiliki pribadi yang kokoh, ajeg atau seimbang dalam berpikir, merasa, dan bertindak.

Masagai berasal dari kata pasagi yang artinya “bentuk persegi”, “segi empat” atau “bujur sangkar”. Bentuk bangun seperti itu memiliki empat sisi yang sama dan seimbang. Oleh sebab itu benda yang memiliki bentuk demikian tidak pernah menggelinding atau bahkan tidak mudah goyah. Posisinya tegak kokoh karena ditopang oleh sudut atau siku-siku yang kuat. 

Metafor itulah rupanya yang hendak diterapkan terhadap warga Jawa Barat dari program Jabar Masagi, yaitu membentuk manusia Jawa Barat yang masagi. Jalma masagi yaitu manusia yang berpengetahuan atau serba tahu serta serba bisa (Satjadibrata, 2008:286). Oleh sebab itu jati dirinya tidak mudah terombang-ambing oleh pengaruh apapun, dan tentu saja hampir tidak memiliki kekurangan (euweuh cawadeun) serta mendekati sempurna atau bahkan sempurna. Jalma masagi memiliki keseimbangan antara aspek jasmani dan rohani. 

Tubuhnya sehat jiwanya kuat. Manusia yang benar dalam bernalar, baik akhlaknya serta elok perilakunya. Ia adalah manusa manggapulia, insan kamil, atau dalam terminology pembangunan nasional disebut sebagai manusia seutuhnya. Pembentukan karakter seperti itu tentu harus dilakukan secara menyeluruh dan seimbang, tidak hanya menekankan aspek material atau infrastruktur saja, melainkan juga unsur mental-spiritual. 

Itulah sebabnya program Jabar Masagi dihadirkan untuk mengimbangi pembangunan fisik yang semakin pesat dan meningkat. Sasaran program ini terutama ditujukan kepada generasi muda atau kaum milenial, yang menurut Joel Stein (2013) dan Goldman Sachs (2016) adalah mereka yang lahir antara tahun 1980-an sampai 1990-an atau awal tahun 2000-an. Hal tersebut dapat dimengerti mengingat generasi ini memiliki sifat: 

(1) dari segi usia, generasi ini sangat produktif dan dinamis, sehingga memiliki kegairahan yang tinggi terhadap perubahan yang terjadi di lingkungannya; 

(2) generasi ini memilki literasi yang memadai di bidang teknologi, termasuk teknologi informasi, sehingga proses yang tengah berlangsung dan hasil yang telah dicapai dari program ini dapat dengan mudah disebarkan kepada anggota masyarakat lainnya; 

(3) generasi ini pun memiliki kebanggaan dan sekaligus kerinduan yang meggelora terhadap warisan budaya, sehingga program muatan local seperti Rebo Nyunda di Kota Bandung misalnya, dapat disambut dengan berbagai kreasi seni dan budaya, misalnya pakaian daerah, bahasa daerah, revitalisasi seni tradisi (karinding), termasuk kajian-kajian kesundaan.

Program Jabar Masagi tentu saja sangat bersesuaian dengan spirit generasi ini, sekaligus memberi gagasan baru kepada mereka untuk kembali mengartikulasikan nilai-nilai kearifan lokal dalam kehidupan sehari-hari. Melalui program ini generasi milenial diasah jiwa raganya untuk belajar “merasakan” (surti/rasa), belajar “memahami” (harti/karsa), belajar “melakukan” (bukti), dan belajar “mengabdi” (bakti/dumadi nyata).

Belajar surti atau “merasakan” adalah kesanggupan hati untuk menanggapi berbagai fenomena yang terindra, sehingga muncul pemahaman dan kesadaran atas dasar kelembutan hati dan perasaan. Pribadi yang surti di  antaranya peka terhadap lingkungan sekitar, karena memiliki perasaan yang kuat untuk berempati. Sebuah ungkapan verbal atau bentuk penderitaan akan mudah menstimulan relung hati yang paling dalam, kemudian diikuti oleh tindakan yang patut dilakukan. Itu terjadi karena surti telah tertanam, dan rasa telah terasah dengan tajam.

Belajar harti atau “memahami” adalah sebuah dorongan jiwa untuk mengetahui, mempelajari, dan memahami tentang berbagai hal, misalnya ilmu, teknologi, dan seni. Pribadi yang harti akan memiliki kecakapan untuk memikirkan atau melakukan berbagai hal. Pada pribadi yang demikian tidak akan terjadi kegagapan atau ketinggalan jaman, karena senantiasa membekali diri dengan ilmu pengetahuan yang terbarukan. Karena keterpahaman dan kecakapan itulah pribadi yang surti dengan sendirinya akan membentuk masyarakat yang literat.

Belajar bukti atau “melakukan”berarti berupaya untuk menciptakan sesuatu, baik yang baru maupun memperbaharui. Tahap ini merupakan pembuktian bahwa pribadi yang masagi mampu merealisasikan gagasangagasannya menjadi nyata, bukan sekedar kata-kata. Hasil cipta ini malah akan berbicara lebih banyak dibandingan katakata.

Belajar bakti/dumadi atau “mengabdi” adalah mempersembahkan karya bagi khalayak, terutama bagi bangsa dan negara. Hal yang didapatkan dengan melakukan bakti adalah ketentraman jiwa, karena kewajiban sebagai anggota masyarakat telah tertunaikan, yaitu dengan mempersembahkan yang terbaik. Melakukan bakti tentu saja dengan berbagai hal dan cara, bukan hanya materi, tetapi juga dengan pemikiran pemikiran. Kuncinya adalah semuanya dilakukan atas dasar keikhlasan dalam kerangka hidup bersama.

Keempat nilai tersebut merupakan hasil internalisasi dari nilai nilai kesundaan yang telah lama dianut dan diamalkan oleh masyarakatnya, sehingga disebut sebagai kearifan lokal.

Itulah sebabnya cukup beralasan jika program Jabar Masagi “tidak mencari atau mengada-ada, tetapi merevitalisasi dan mereaktualisasi nilai-nilai yang telah ada,” karena landasan kulturalnya telah mengakar pada masyarakatnya.

Secara umum, Jabar Masagi adalah pendidikan karakter yang berpijak pada pendidikan budi pekerti yang berdampak pada akhlak sosial yang mengandung keluhuran nilai-nilai kearifan lokal yang sesuai dengan kebutuhan dan konteks budaya dari masing-masing wilayah di Jawa Barat. Konsep itu sebagai pijakan jati diri dengan keterampilan abad 21 untuk kemajuan generasi muda Jawa Barat ke depan.

Program Jabar Masagi memberikan kontribusi positif terhadap pendidikan karakter warga Jawa Barat terutama generasi milenial yang  teraktualisasikan dalam empat nilai dasar, yaitu nilai religius (iman), cerdas (ilmu), berkarakter (akhlak), serta fisik dan mental sehat . Hal tersebut ditempuh di antaranya melalui pembiasaan menjadi manusia yang surti, harti, bukti, dan bakti/dumadi. Keberhasilan program ini di samping tergantung kepada usaha membumikannya, juga dipengaruhi oleh kepekaan masyarakat Jawa Barat terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam program ini dalam upaya membentuk generasi pemuda yang tangguh dalam hal spiritual dan sosial.

Secara konsep, Jabar Masagi merupakan pendidikan karakter yang berorientasi pada pendidikan budi pekerti, akhlak sosial, keluhuran nilai-nilai kearifan lokal.  Ada empat konsep yang ditawarkan dalam Jabar Masagi yakni cinta agama, bela negara, budaya, dan lingkungan. Keempat aspek ini akan disisipkan dalam kegiatan pembelajaran agar siswa memiliki karakter tangguh dan positif. Sehingga nanti lulusan-lulusan pelajar di Jabar, selain cerdas, dia punya akhlak dan karakter yang membanggakan, dan punya spirit pejuang, spirit kompetitif.. Program ini akan menjadi kurikulum di sekolah yang terintegrasi dengan kurikulum pendidikan nasional. Implementasinya dapat diintegrasikan dalam kegiatan belajar, maupun kegiatan ekstrakurikuler.

Kunci penerapan program ini adalah kemauan guru untuk menyentuh hati siswa, karena perubahan perilaku terjadi ketika hatinya tersentuh. Jabar Masagi pada prinsipnya sejalan dengan penguatan pendidikan karakter (PPK) dan kurikulum 2013 berlandaskan apda penguatan pendidikan karakter sesuai dengan keputusan presiden  nomor 87 tahun 2017. Proses penerapan program jabar Masagi di sekolah akan diterjemahkan sesuai dengan mata pelajaran melalui Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) di masing-masing daerah.  disesuaikan juga dengan mata pelajaran dan kearifan lokal yang ada di daerah, misalnya  seperti membaca al-quran atau gerakan literasi sebelum masuk kegiatan belajar mengajar.

Implementasi Jabar Masagi adalah seluruh program, baik di lingkungan rumah, sekolah, dan masyarakat yang mampu menumbuhkan generasi muda di Jawa Barat sebagai manusia berbudaya. Manusia berbudaya ini memiliki kemampuan untuk bisa belajar merasakan (surti/rasa), belajar memahami (harti/karsa), belajar melakukan (bukti), belajar hidup bersama (bakti/dumadi nyata).

Melalui Jabar Masagi Pemerintah Jawa Barat, diharapkan mampu untuk menciptakan siswa yang cerdas, berimbang dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa.

"Mari kita lahirkan manusia atau generasi unggul Jawa Barat,"

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "KEBIJAKAN DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA BARAT TENTANG “JABAR MASAGI”"

Post a Comment